Cerita fiksi n just 4 fun to all MM lover
Tokyo, 31 Desember 2015.
"Masumiiii!" Maya menjerit kesal di dalam kamarnya. Sudah satu jam dia berputar-putar mengitari tempat tidur dengan menghentak-hentakkan kaki mungilnya. Raut wajah yang masam semakin mempertegas kekesalannya. Para pelayan keluarga Hayami sampai tidak berani mengetuk pintu kamar karena tahu nyonya mudanya tengah meradang.
Suara handphone yang berdering menyela kekesalan Maya. Nama Rei yang muncul di layar handphone membuat Maya sedikit menekan rasa kesalnya.
"Halo Rei!" Jawabnya tidak bersemangat.
"Halo Maya. Ada apa denganmu? Kedengarannya kau sedang kesal." Rei bahkan bisa menebak kekesalan Maya hanya dari suaranya.
"SANGAT KESAL!" Tiba-tiba Maya memekik keras. Di sisi lain Rei sampai menjauhkan handphone dari telinganya.
"Kau kenapa lagi Nyonya Hayami?" Rei terkikik. Bukan cerita baru kalau sahabatnya itu marah dengan suaminya dengan berbagai macam versi alasan.
"Argghhh!! Masumi menyebalkan! Ini malam tahun baru pertama kami sebagai suami istri tapi bahkan sekarang dia masih dikantor dengan tumpukan dokumennya dan membiarkanku sendirian di kamar!" Maya mengoceh dengan nada tinggi.
"Ini masih pukul delapan Maya. Mungkin sebentar lagi dia pulang. Kau juga harus mengerti kalau suamimu itu seorang Direktur Utama perusahaan entertainment yang sibuk. Apalagi ini malam tahun baru dan Daito memproduksi banyak acara." Rei berusaha menenangkan.
"Itu tidak adil! Kemarin dia memintaku mengambil cuti selama tahun baru tapi sekarang dia justru meninggalkanku! Apanya yang Direktur Utama, aku tidak peduli! Dia suamiku dan aku mau dia disini bersamaku." Maya kembali mengoceh panjang lebar bahkan sekarang air mata sudah menggenang di mata bulatnya.
"Hei sudahlah! Aku meneleponmu hanya untuk memberitahu kalau aku dan teman-teman yang lain akan merayakan tahun baru di Tokyo Tower."
Tiba-tiba sebuah ide melintas di dalam kepala Maya.
"Ah, Rei! Aku ikut dengan kalian!" Seru Maya.
"Heh?! Kau bercanda? Suamimu nanti marah,"
"Aku tidak peduli! Aku berangkat sekarang. Kau tunggu ya!"
Pip! Maya mematikan teleponnya dan segera berlari ke ruang ganti. Tidak perlu waktu lama untuk Maya bersiap. Meraih tas dan mantel musim dinginnya, Maya berlari ke luar kamar.
"Nyonya?!" Kepala pelayan terheran melihat Maya sudah rapi.
"Bibi, aku mau pergi." Kata Maya riang.
"Eh? Apa Tuan tahu?"
"Aku akan memberitahunya. Nanti."
Kepala pelayan hanya bisa menganga ketika Maya berteriak memanggil supirnya.
Lima belas menit kemudian Maya sampai di apartemen Rei. Semua teman-teman teater Tsukikage dan Ikkakuju sudah berkumpul.
"Maya!! Kau benar-benar datang!" Rei menepuk dahinya sendiri begitu melihat Maya muncul di depan apartemen. Semuanya tertawa.
Rei dan semua teman Maya menyerah untuk membujuk Maya pulang. Sepertinya istri Direktur Utama Daito itu benar-benar kesal dengan suaminya. Tepat pukul sepuluh, Maya dan teman-temannya sampai di taman Shiba.
Maya terhenyak begitu keluar dari mobil.
"Masumi?!"
Semua teman Maya meringis lebar dengan dua jari teracung membentuk huruf V.
"Kalian?!" Maya langsung mengerucutkan bibir mungilnya.
"Halo sayang," Masumi dengan senyum menawannya segera menghampiri Maya. Menyela kekesalan istrinya yang sekarang ditujukan pada semua temannya. Sebuah kecupan di bibir membuat Maya tersentak.
"Ah! Kau ini apa-apaan Masumi! Seharian meninggalkanku dan sekarang muncul begitu saja disini! Kau menyebalkan!" Gerutu Maya.
Masumi hanya tersenyum melihat istrinya merajuk.
"Hei, sudah," Masumi meraih kedua tangan Maya dan menciumnya, "sudah marahnya sayang," bisik Masumi seraya menatap mata bulat istrinya.
"Nah sekarang kau tidak perlu marah lagi. Suamimu sudah datang," kata Rei disambut tawa semua temannya.
Maya menarik kedua tangannya dari genggaman Masumi dan langsung berbalik memunggunginya.
"Kalian menyebalkan! Kenapa ikut mengerjaiku!" Maya kembali berteriak.
Rei tertawa, "Itu karena kau Nyonya Muda yang pemarah. Tuan Masumi yang mengatur semua ini."
Maya mendengus. Masumi melingkarkan kedua lengannya di pinggul Maya, memberikan kecupan di sela-sela rambut hitam istrinya.
"Belum puas marahnya?" Bisik Masumi.
"Memang kau pikir karena siapa aku marah!" Bentak Maya lagi.
Masumi mengulum senyumnya.
"Kyaaa!!" Maya menjerit ketika Masumi tiba-tiba mengangkat tubuh mungilnya, "Turunkan aku!" Maya meronta sambil memukuli dada suaminya.
"Sudah diam Nyonya," kata Masumi dengan menahan senyumnya, "Terima kasih Rei dan semuanya. Sepertinya kami harus pergi sekarang sebelum Nyonya Muda Pemarah ini merubuhkan Tokyo Tower." Kata Masumi disambut tawa semua teman Maya. Mereka melambaikan tangan pada Maya yang masih berteriak dalam pelukan Masumi.
"Turunkan aku!" Teriak Maya.
"Iya, tapi hanya setelah kita sampai tujuan," kata Masumi. Keduanya masuk ke dalam mobil dan seperti apa yang Masumi katakan, dia sama sekali tidak menurunkan Maya. Alhasil istrinya itu meringkuk manis di atas pangkuannya. Dalam dekapannya.
"Kita mau kemana?" Gumam Maya yang sudah menyerah untuk melepaskan diri.
Masumi menunduk dan melihat wajah Maya yang masih terlihat kesal.
"Kita akan pergi ke tempat dimana aku bisa melihat istriku tersenyum lagi." Kata Masumi dengan senyum penuh teka-teki.
"Eh? Mori Tower?" Maya keheranan saat mobil berhenti di depan Mori Tower. "Kyaaa! Turunkan aku!" Teriak Maya lagi ketika Masumi masih saja menggendongnya. Mengabaikan belasan pasang mata yang menatapnya aneh.
"Berhenti berteriak sayang atau semua orang akan semakin tertarik untuk melihat kita. Kalau aku sih tidak keberatan," Masumi mengerlingkan sebelah mata dan Maya menyembunyikan wajahnya di dada Masumi karena malu.
"Helicopter?" Maya semakin tercengang dengan apa yang dilihatnya di landasan helipad Mori Tower. Masumi mengabaikan keterkejutan Maya, mengeratkan pelukannya, dia membawa Maya menaiki helicopter yang sudah siap lepas landas. Dalam hitungan menit keduanya sudah mengudara di langit malam Tokyo.
"Sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Maya lagi dengan suara tingginya.
Masumi menggeleng, menempelkan jarinya di bibir Maya. Istrinya itu sudah tenang duduk di pangkuannya.
Maya mendengus dengan kebisuan Masumi dan melayangkan matanya ke luar jendela. Kurang dari dua puluh menit, mereka mendarat di sebuah landasan yang tidak asing bagi Maya.
"Izu!" Pekik Maya senang.
"Nah, kau senang sekarang?" Tanya Masumi.
Sontak Maya membatalkan senyumnya dan kembali cemberut. Kali ini dia tidak berteriak dan menyerah ketika Masumi masih menggendongnya menuruni helicopter. Meski masih berwajah masam, Maya mengalungkan lengannya ke leher Masumi.
"Selamat malam Tuan, Nyonya," Hijiri mengangguk hormat menyambut Maya dan Masumi.
"Ah, aku tahu kita mau kemana," kata Maya dengan gaya sok tahunya.
Hijiri tersenyum dengan perkataan Nyonya Mudanya.
"Tapi kau tidak tahu apa yang akan kita lakukan disana." Komentar Masumi seraya memasuki mobil.
"Aku tidak suka kejutan," gumam Maya ketika mobil meluncur dan Masumi tertawa.
Seperti dugaan Maya. Hijiri membawa mereka ke vila tapi dia segera pergi begitu keduanya turun.
"Kenapa Kak Hijiri pergi?"
"Dia ada tugas lain,"
Maya ber-oh pelan tapi kemudian menyadari kalau Masumi masih menggendongnya.
"Turunkan aku!" Kata Maya kemudian.
"Sudah ku bilang setelah kita sampai tujuan," jawab Masumi tenang.
"Kita sudah sampai!" protes Maya.
"Belum sayang," dengan hati-hati Masumi menaiki tangga di teras vila.
"Ta-,"
Maya gagal protes saat bibir Masumi mengecup bibirnya. Tersenyum, Masumi membawa Maya masuk ke dalam vila.
Sekali lagi Maya tercengang melihat vilanya sudah berubah menjadi taman mawar ungu yang indah. Masumi menurunkan Maya tapi rupanya kegembiraan membuat Maya meleleh sampai tidak kuat berdiri. Masumi melingkarkan lengannya menyangga tubuh mungil itu tetap tegak.
"Kau suka?" Bisik Masumi.
"Hiks...hiks...Masumiiiiii!" Maya justru menangis.
"Eh? Kenapa menangis? Kau tidak suka?"
Maya menggeleng keras, "Maaf...hiks...aku marah padamu karena kau selalu sibuk...hiks...bekerja...hiks...sekarang kau membuat ini untukku...hiks...terima kasih...aku mencintaimu Masumi..." kata Maya di sela tangisnya.
Masumi tersenyum, "Aku juga mencintaimu sayang. Maafkan aku juga karena terlalu sering meninggalkanmu karena pekerjaan. Semoga dengan ini aku dimaafkan. Kita akan disini selama satu minggu,"
"Satu minggu? Benarkah?!"
Masumi mengangguk, mengecup kedua mata Maya yang basah. "Berhentilah menangis, air matamu rasanya tidak enak." Lidah Masumi menyapu bibirnya yang basah karena air mata Maya. Alhasil istrinya itu tertawa.
"Ayo, ada banyak hal yang harus kita lakukan sebelum malam pergantian tahun."
Masumi meraih tangan Maya dan membawanya ke ruang tengah. Sama seperti ruang tamu, ruang tengah yang terhubung dengan balkon juga sudah menjadi lautan bunga mawar ungu. Hal lain yang berbeda adalah meja makan cantik yang menghiasi tengah ruangan. Sebuah candle light dinner.
"Terlalu sibuk marah, kau pasti belum makan malam kan?"
Maya langsung cemberut, "Memang gara-gara-,"
"Sstt, iya, salahku." Masumi menempelkan jarinya untuk menghentikan omelan Maya. "Masuklah ke kamar, aku sudah siapkan gaun untukmu."
"Gaun?"
"Iya, ini malam istimewa kan?"
Untuk pertama kalinya hari itu, Maya tersenyum dan menurut dengan perintah Masumi. Tidak perlu waktu lama untuk Maya bersiap. Masumi yang juga sudah berganti mengenakan tuxedo berdecak kagum melihat Maya keluar dengan gaun panjang warna ungu.
"Kau cantik sekali," puji Masumi dan menghadiahi Maya sebuah kecupan manis di kening. Maya tersipu.
Setting : Masumi (33) + Maya (22). Setelah MM menikah.
Tokyo, 31 Desember 2015.
"Masumiiii!" Maya menjerit kesal di dalam kamarnya. Sudah satu jam dia berputar-putar mengitari tempat tidur dengan menghentak-hentakkan kaki mungilnya. Raut wajah yang masam semakin mempertegas kekesalannya. Para pelayan keluarga Hayami sampai tidak berani mengetuk pintu kamar karena tahu nyonya mudanya tengah meradang.
Suara handphone yang berdering menyela kekesalan Maya. Nama Rei yang muncul di layar handphone membuat Maya sedikit menekan rasa kesalnya.
"Halo Rei!" Jawabnya tidak bersemangat.
"Halo Maya. Ada apa denganmu? Kedengarannya kau sedang kesal." Rei bahkan bisa menebak kekesalan Maya hanya dari suaranya.
"SANGAT KESAL!" Tiba-tiba Maya memekik keras. Di sisi lain Rei sampai menjauhkan handphone dari telinganya.
"Kau kenapa lagi Nyonya Hayami?" Rei terkikik. Bukan cerita baru kalau sahabatnya itu marah dengan suaminya dengan berbagai macam versi alasan.
"Argghhh!! Masumi menyebalkan! Ini malam tahun baru pertama kami sebagai suami istri tapi bahkan sekarang dia masih dikantor dengan tumpukan dokumennya dan membiarkanku sendirian di kamar!" Maya mengoceh dengan nada tinggi.
"Ini masih pukul delapan Maya. Mungkin sebentar lagi dia pulang. Kau juga harus mengerti kalau suamimu itu seorang Direktur Utama perusahaan entertainment yang sibuk. Apalagi ini malam tahun baru dan Daito memproduksi banyak acara." Rei berusaha menenangkan.
"Itu tidak adil! Kemarin dia memintaku mengambil cuti selama tahun baru tapi sekarang dia justru meninggalkanku! Apanya yang Direktur Utama, aku tidak peduli! Dia suamiku dan aku mau dia disini bersamaku." Maya kembali mengoceh panjang lebar bahkan sekarang air mata sudah menggenang di mata bulatnya.
"Hei sudahlah! Aku meneleponmu hanya untuk memberitahu kalau aku dan teman-teman yang lain akan merayakan tahun baru di Tokyo Tower."
Tiba-tiba sebuah ide melintas di dalam kepala Maya.
"Ah, Rei! Aku ikut dengan kalian!" Seru Maya.
"Heh?! Kau bercanda? Suamimu nanti marah,"
"Aku tidak peduli! Aku berangkat sekarang. Kau tunggu ya!"
Pip! Maya mematikan teleponnya dan segera berlari ke ruang ganti. Tidak perlu waktu lama untuk Maya bersiap. Meraih tas dan mantel musim dinginnya, Maya berlari ke luar kamar.
"Nyonya?!" Kepala pelayan terheran melihat Maya sudah rapi.
"Bibi, aku mau pergi." Kata Maya riang.
"Eh? Apa Tuan tahu?"
"Aku akan memberitahunya. Nanti."
Kepala pelayan hanya bisa menganga ketika Maya berteriak memanggil supirnya.
Lima belas menit kemudian Maya sampai di apartemen Rei. Semua teman-teman teater Tsukikage dan Ikkakuju sudah berkumpul.
"Maya!! Kau benar-benar datang!" Rei menepuk dahinya sendiri begitu melihat Maya muncul di depan apartemen. Semuanya tertawa.
Rei dan semua teman Maya menyerah untuk membujuk Maya pulang. Sepertinya istri Direktur Utama Daito itu benar-benar kesal dengan suaminya. Tepat pukul sepuluh, Maya dan teman-temannya sampai di taman Shiba.
Maya terhenyak begitu keluar dari mobil.
"Masumi?!"
Semua teman Maya meringis lebar dengan dua jari teracung membentuk huruf V.
"Kalian?!" Maya langsung mengerucutkan bibir mungilnya.
"Halo sayang," Masumi dengan senyum menawannya segera menghampiri Maya. Menyela kekesalan istrinya yang sekarang ditujukan pada semua temannya. Sebuah kecupan di bibir membuat Maya tersentak.
"Ah! Kau ini apa-apaan Masumi! Seharian meninggalkanku dan sekarang muncul begitu saja disini! Kau menyebalkan!" Gerutu Maya.
Masumi hanya tersenyum melihat istrinya merajuk.
"Hei, sudah," Masumi meraih kedua tangan Maya dan menciumnya, "sudah marahnya sayang," bisik Masumi seraya menatap mata bulat istrinya.
"Nah sekarang kau tidak perlu marah lagi. Suamimu sudah datang," kata Rei disambut tawa semua temannya.
Maya menarik kedua tangannya dari genggaman Masumi dan langsung berbalik memunggunginya.
"Kalian menyebalkan! Kenapa ikut mengerjaiku!" Maya kembali berteriak.
Rei tertawa, "Itu karena kau Nyonya Muda yang pemarah. Tuan Masumi yang mengatur semua ini."
Maya mendengus. Masumi melingkarkan kedua lengannya di pinggul Maya, memberikan kecupan di sela-sela rambut hitam istrinya.
"Belum puas marahnya?" Bisik Masumi.
"Memang kau pikir karena siapa aku marah!" Bentak Maya lagi.
Masumi mengulum senyumnya.
"Kyaaa!!" Maya menjerit ketika Masumi tiba-tiba mengangkat tubuh mungilnya, "Turunkan aku!" Maya meronta sambil memukuli dada suaminya.
"Sudah diam Nyonya," kata Masumi dengan menahan senyumnya, "Terima kasih Rei dan semuanya. Sepertinya kami harus pergi sekarang sebelum Nyonya Muda Pemarah ini merubuhkan Tokyo Tower." Kata Masumi disambut tawa semua teman Maya. Mereka melambaikan tangan pada Maya yang masih berteriak dalam pelukan Masumi.
"Turunkan aku!" Teriak Maya.
"Iya, tapi hanya setelah kita sampai tujuan," kata Masumi. Keduanya masuk ke dalam mobil dan seperti apa yang Masumi katakan, dia sama sekali tidak menurunkan Maya. Alhasil istrinya itu meringkuk manis di atas pangkuannya. Dalam dekapannya.
"Kita mau kemana?" Gumam Maya yang sudah menyerah untuk melepaskan diri.
Masumi menunduk dan melihat wajah Maya yang masih terlihat kesal.
"Kita akan pergi ke tempat dimana aku bisa melihat istriku tersenyum lagi." Kata Masumi dengan senyum penuh teka-teki.
"Eh? Mori Tower?" Maya keheranan saat mobil berhenti di depan Mori Tower. "Kyaaa! Turunkan aku!" Teriak Maya lagi ketika Masumi masih saja menggendongnya. Mengabaikan belasan pasang mata yang menatapnya aneh.
"Berhenti berteriak sayang atau semua orang akan semakin tertarik untuk melihat kita. Kalau aku sih tidak keberatan," Masumi mengerlingkan sebelah mata dan Maya menyembunyikan wajahnya di dada Masumi karena malu.
"Helicopter?" Maya semakin tercengang dengan apa yang dilihatnya di landasan helipad Mori Tower. Masumi mengabaikan keterkejutan Maya, mengeratkan pelukannya, dia membawa Maya menaiki helicopter yang sudah siap lepas landas. Dalam hitungan menit keduanya sudah mengudara di langit malam Tokyo.
"Sebenarnya kita mau kemana?" Tanya Maya lagi dengan suara tingginya.
Masumi menggeleng, menempelkan jarinya di bibir Maya. Istrinya itu sudah tenang duduk di pangkuannya.
Maya mendengus dengan kebisuan Masumi dan melayangkan matanya ke luar jendela. Kurang dari dua puluh menit, mereka mendarat di sebuah landasan yang tidak asing bagi Maya.
"Izu!" Pekik Maya senang.
"Nah, kau senang sekarang?" Tanya Masumi.
Sontak Maya membatalkan senyumnya dan kembali cemberut. Kali ini dia tidak berteriak dan menyerah ketika Masumi masih menggendongnya menuruni helicopter. Meski masih berwajah masam, Maya mengalungkan lengannya ke leher Masumi.
"Selamat malam Tuan, Nyonya," Hijiri mengangguk hormat menyambut Maya dan Masumi.
"Ah, aku tahu kita mau kemana," kata Maya dengan gaya sok tahunya.
Hijiri tersenyum dengan perkataan Nyonya Mudanya.
"Tapi kau tidak tahu apa yang akan kita lakukan disana." Komentar Masumi seraya memasuki mobil.
"Aku tidak suka kejutan," gumam Maya ketika mobil meluncur dan Masumi tertawa.
Seperti dugaan Maya. Hijiri membawa mereka ke vila tapi dia segera pergi begitu keduanya turun.
"Kenapa Kak Hijiri pergi?"
"Dia ada tugas lain,"
Maya ber-oh pelan tapi kemudian menyadari kalau Masumi masih menggendongnya.
"Turunkan aku!" Kata Maya kemudian.
"Sudah ku bilang setelah kita sampai tujuan," jawab Masumi tenang.
"Kita sudah sampai!" protes Maya.
"Belum sayang," dengan hati-hati Masumi menaiki tangga di teras vila.
"Ta-,"
Maya gagal protes saat bibir Masumi mengecup bibirnya. Tersenyum, Masumi membawa Maya masuk ke dalam vila.
Sekali lagi Maya tercengang melihat vilanya sudah berubah menjadi taman mawar ungu yang indah. Masumi menurunkan Maya tapi rupanya kegembiraan membuat Maya meleleh sampai tidak kuat berdiri. Masumi melingkarkan lengannya menyangga tubuh mungil itu tetap tegak.
"Kau suka?" Bisik Masumi.
"Hiks...hiks...Masumiiiiii!" Maya justru menangis.
"Eh? Kenapa menangis? Kau tidak suka?"
Maya menggeleng keras, "Maaf...hiks...aku marah padamu karena kau selalu sibuk...hiks...bekerja...hiks...sekarang kau membuat ini untukku...hiks...terima kasih...aku mencintaimu Masumi..." kata Maya di sela tangisnya.
Masumi tersenyum, "Aku juga mencintaimu sayang. Maafkan aku juga karena terlalu sering meninggalkanmu karena pekerjaan. Semoga dengan ini aku dimaafkan. Kita akan disini selama satu minggu,"
"Satu minggu? Benarkah?!"
Masumi mengangguk, mengecup kedua mata Maya yang basah. "Berhentilah menangis, air matamu rasanya tidak enak." Lidah Masumi menyapu bibirnya yang basah karena air mata Maya. Alhasil istrinya itu tertawa.
"Ayo, ada banyak hal yang harus kita lakukan sebelum malam pergantian tahun."
Masumi meraih tangan Maya dan membawanya ke ruang tengah. Sama seperti ruang tamu, ruang tengah yang terhubung dengan balkon juga sudah menjadi lautan bunga mawar ungu. Hal lain yang berbeda adalah meja makan cantik yang menghiasi tengah ruangan. Sebuah candle light dinner.
"Terlalu sibuk marah, kau pasti belum makan malam kan?"
Maya langsung cemberut, "Memang gara-gara-,"
"Sstt, iya, salahku." Masumi menempelkan jarinya untuk menghentikan omelan Maya. "Masuklah ke kamar, aku sudah siapkan gaun untukmu."
"Gaun?"
"Iya, ini malam istimewa kan?"
Untuk pertama kalinya hari itu, Maya tersenyum dan menurut dengan perintah Masumi. Tidak perlu waktu lama untuk Maya bersiap. Masumi yang juga sudah berganti mengenakan tuxedo berdecak kagum melihat Maya keluar dengan gaun panjang warna ungu.
"Kau cantik sekali," puji Masumi dan menghadiahi Maya sebuah kecupan manis di kening. Maya tersipu.
Alunan musik terdengar merdu mengisi kesunyian malam.
"Musik?" Maya melirik piringan hitam yang di putar
Masumi.
"Sebelum makan, maukah kau berdansa denganku Nyonya
Hayami?"
Maya mengulurkan tangannya menyambut tangan Masumi dengan senyum
tipis menghiasi wajahnya, "Aku tidak pandai berdansa Tuan Hayami. Jangan
marah kalau nanti kakimu terinjak,"
"Aku tidak keberatan,"
Keduanya tertawa senang. Masumi menggenggam tangan Maya dan
keduanya mulai berdansa mengikuti iringan musik. Berputar. Berputar. Maya
menari dengan senangnya. Semarah apapun dia tadi, Masumi sudah berhasil
meluluhkannya. Suaminya itu, tidak pernah kehabisan akal untuk bisa menaklukan
hati Maya. Sesering Maya marah padanya maka sesering itu pula Masumi akan
memanjakannya untuk mendapatkan maaf dari istrinya dan Maya tidak pernah
kehabisan kata maaf untuk suaminya meski mungkin dia akan marah lagi keesokan
harinya.
Selesai dengan satu lagu yang panjang, Masumi mengajak Maya
menikmati candle light dinner mereka. Tidak ada lagi wajah masam. Kekesalan
Maya sudah menguap.
"Terima kasih," Maya memberikan sebuah kecupan dipipi
Masumi usai mereka makan malam.
"Simpan dulu terima kasihnya. Masih ada lagi hadiah
untukmu," kata Masumi. Dia masuk ke dalam kamar dan mengambil sebuah
mantel bulu berwarna ungu yang senada dengan gaun Maya.
"Ini akan membuatmu tetap hangat di luar," Masumi
mengenakan mantel itu pada istrinya.
"Di luar? Ini hampir tengah malam," Maya terlihat
bingung dengan ucapan suaminya.
"Justru itu yang kita tunggu." Masumi mengenakan
mantelnya lalu mengajak Maya ke balkon. Angin laut musim dingin menerpa wajah
keduanya dan Maya bergidik.
"Dingin sayang?"
"Hhmm,"
"Kemarilah," Masumi menarik Maya berdiri di depannya,
"Lihat ke sana," Masumi menunjuk ke arah laut sebelum akhirnya
memeluk Maya. Menberikan kecupan untuk yang kesekian kalinya di sela-sela
rambut hitam istrinya yang tergerai indah.
"Aku tidak melihat apa-apa," kata Maya dengan mata yang
masih mencari dalam kegelapan.
"Sebentar lagi. Kalau kau melihat cahaya merah yang berkedip
maka kita harus menghitung mundur dari sepuluh," jelas Masumi.
Maya mengangguk dan memfokuskan matanya pada lautan lepas. Sebuah
cahaya merah berkedip satu kali. Maya tahu itu berasal dari sebuah kapal.
"Ah, ada!" Maya memekik girang.
"Hitung sayang," cahaya berkedip kedua kali.
Maya tertawa tapi kemudian keduanya mulai menghitung mundur.
"8.7.6.5.4.3.2.1."
Dor! Duaar! Duaar! Duaar!
Dalam sekejap langit gelap langsung dihiasi oleh cahaya kembang
api yang berwarna warni. Maya berteriak senang sambil bertepuk tangan sementara
Masumi yang masih memeluk istrinya, mengaggumi keindahan warna itu dalam diam
seraya menikmati tawa istrinya.
"Indah sekali," Maya menggumam senang dan suaranya sudah
berubah parau karena manahan tangis.
"Jangan menangis," bisik Masumi.
"Tapi ini karena aku bahagia," gumam Maya sambil menyeka
air mata yang menghalanginya untuk menikmati keindahan warna di langit.
Masumi tersenyum, memutar tubuh Maya dalam pelukannya.
"Happy new year my sweet heart," Masumi memberikan
sebuah kecupan hangat di bibir istrinya. Membuat Maya semakin meleleh dengan
semua kelembutannya.
"Happy new year," ucap Maya juga setelah Masumi melepaskan
bibirnya. Suara kembang api yang meriah masih belum bisa mengalihkan perhatian
keduanya.
"Aku akan berusaha menjadi suami yang lebih baik lagi,"
janji Masumi seraya mengusap air mata yang mulai jatuh di pipi Maya.
"Aku juga akan berusaha menjadi istri yang lebih baik
lagi," kata Maya.
Bibir keduanya kembali berpaut untuk memateraikan janji mereka.
"Lihat kembang apinya," Masumi memutar Maya untuk
kembali melihat kembang api yang belum selesai memancarkan warnanya.
"Kau harus lihat yang ini," Masumi mengeratkan
pelukannya dan sebuah letupan besar terdengar. Langit malam itu dibanjiri warna
ungu dengan tulisan indah yang muncul bergantian.
Happy New Year
My Sweet Heart
I Love U Maya
Maya menangkupkan kedua tangan di mulutnya yang menganga karena
takjub. Air matanya kembali tumpah.
"I love you Maya," bisik Masumi mesra di telinga Maya.
"I love you Masumi," jawab Maya di tengah isakannya.
-end-
-with love from agnes-
***
Ini cerita dadakan yang muncul karena lihat kembang api di TV. Coz
Batam hujan deras n ga bisa keluar. Iseng2 malah jadi satu cerita.
Kado tahun baru buat MM lover ya :)
Happy New Year to all of my friends.
Wish all the best for new year 2016.
2 Comments
Cerita ini uda di post di FB ku tanggal 1 Januari 2016, yang ga baca di FB bisa baca di sini.
ReplyDeleteMoga suka ya
Happy New Year :)
Suka banget kak...
ReplyDelete